Menurut Josef Roy Benedict, mereka mengklaim Exxon Mobil bertanggung jawab atas keterlibatan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan tentara Indonesia yang diamanatkan untuk melindungi kepemilikan dan operasi perusahaan.
Dalam keputusan 2-1 pada 8 Juli 2011, Pengadilan Banding AS menyebutkan Exxon Mobil tidak memiliki kekebalan perusahaan dari klaim yang diajukan oleh 15 warga Indonesia di bawah ATS.
Keputusan ini mengirim sinyal kepada pemerintah Indonesia untuk berbuat lebih banyak untuk memastikan adanya kebenaran dan keadilan bagi pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.
Tidak ada tersangka yang telah dibawa ke pengadilan atas salah satu dari ribuan kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penyiksaan dan penganiayaan, dipercayai terjadi antara tahun 1989 dan 1998 ketika provinsi itu merupakan Daerah Operasi Militer (DOM )
Provinsi Aceh mengalami pemberontakan selama puluhan tahun termasuk pelanggaran hak asasi manusia dan kurangnya pembangunan, yang berakhir setelah perjanjian perdamaian Agustus 2005, antara pemerintah Indonesia dan gerakan pro-kemerdekaan bersenjata (Gerakan Aceh Merdeka, GAM), ditandatangani.
Undang-undang 2006 yang disahkan mengenai pemerintahan Aceh mengamanatkan pembentukan Pengadilan HAM yang memandatkan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) cabang Aceh. Kedua instansi ini belum didirikan sampai saat ini.
Amnesty International menyerukan pemerintah Indonesia untuk segera membentuk Pengadilan HAM dan memastikan bahwa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi didirikan dan berfungsi sesuai dengan hukum dan standar internasional, seperti terkandung dalam laporan Amnesty International, Kebenaran, keadilan dan reparasi: Membentuk komisi kebenaran efektif.
Pemerintah juga harus memastikan pertanggunganjawaban untuk pelaku pelanggaran HAM masa lalu termasuk penyiksaan dan penganiayaan di Aceh. Ini termasuk kerjasama sehubungan dengan proses litigasi terkait dengan kasus yang diajukan di AS.
Amnesty International mengetahui hanya dua contoh, di Indonesia, mengenai kasus melibatkan pelanggaran HAM di Aceh antara tahun 1998 dan Mei 2003 telah diselidiki dan menghasilkan pengadilan. Hanya beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia telah ditangani selama periode darurat militer dan sipil berikutnya (Mei 2003-Agustus 2005).
Amnesty International menyambut baik keputusan Pengadilan Banding AS `bahwa perusahaan tidak kebal dari kewajiban di bawah ATS untuk “kelakuan keji” yang diduga dilakukan oleh pelaku yang melanggar hukum internasional.
Korban pelanggaran hak asasi manusia, di mana perusahaan multinasional yang diduga terlibat, harus memiliki akses tidak terbatas ke pengadilan negara basis perusahaan, dan negara-negara harus mengambil langkah untuk menghapus hambatan yang menyangkal akses korban ini.
Seperti kasus ini menunjukkan, akses ke pengadilan negara asal (yaitu tempat di mana perusahaan berdomisili atau terdaftar) sering menjadi satu-satunya jalan realistis untuk mengklaim korban pelanggaran hak asasi manusia oleh perusahaan agar didengar dan mencapai segala bentuk reparasi.
Keputusan Pengadilan Banding untuk memungkinkan klaim untuk dilanjutkan di AS, memberikan kesempatan penting untuk tuduhan yang dibuat terhadap Exxon Mobil diperiksa oleh pengadilan. (ZG/K004)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011
Source: AntaraNews.com – Peristiwa
Berita Lain:- Jalan Lintas Sumatera Lampung Mulai Diperbaiki
- Yulianis Bantah Ada Aliran Uang ke Anas
- Ahmad Mubarok Bantah Djoko Suyanto Gantikan Anas
- Proyek Bribin Gunung Kidul Habiskan Dana Rp76 Miliar
- Yulianis Akui Bawa Uang ke Kongres Demokrat Disuruh Nazaruddin
+ Arsip Berita Indonesia - Amnesty Internasional Sambut Keputusan Pengadilan AS Terkait Exxon Mobile di Aceh.
--
Source: http://arsipberita.com/show/amnesty-internasional-sambut-keputusan-pengadilan-as-terkait-exxon-mobile-di-aceh-272407.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar:
Posting Komentar