JAKARTA: Pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak sensitif terhadap kemiskinan, terlihat dari tingkat kemiskinan dan disparitas pendapatan mengalami kenaikan.
Ada indikasi distribusi pendapatan yang cenderung melebar, akibatnya jarak antara lapisan atas dan bawah semakin jauh.
“Distribusi pendapatan yang tidak merata tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat, tetapi hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu,” ujar Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto dalam Seminar Pemerataann Pendapatan dan Kebijakan Makro Ekonomi di Bank Indonesia, Kamis (14/7).
Disparitas distribusi pendapatan ini ditunjukkan dengan perbedaan gini ratio yang naik yakni 0,36 pada tahun 2006, menjadi 0,38 di tahun 2008. Ditambah, ketimpangan di kota selalu lebih tinggi daripada di desa.
“Ketimpangan di desa lebih rendah daripada di kota, bukan berarti bagus, kalo rata-rata sama- miskin tidak bagus. Idealnya pendapatannya sama-sama tinggi, ” jelasnya.
Perkembangan gini ratio di kota sejak 2002 hingga 2010, naik dari 0,33 menjadi 0.38. Perkembangan gini ratio di desa lebih fluktuatif, namun demikian sejak 2002 hingga 2010 juga naik dari 0,29 menjadi 0,32.
“Intepretasinya adalah jika gini ratio bergerak mendekati nol artinya terjadi pemerataaan, sebaliknya jika mendekati 1 berarti terjadi ketimpangan sempurna,” jelas Kecuk.
Terkait dengan struktur pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5% didukung oleh sektor pertanian dan industri–sektor yang menyerap 50% sumber daya manusia.
“Akan tetapi pertumbuhannya belum menggembirakan, sedangkan sektor transportasi dan telekomunkasi lebih tinggi padahal penyerapan tenaga Kerjanya lebih rendah. Inilah yang menyebabkan ketimpangan pendapatan di sektor-sektor tersebut,” imbuh Kecuk.
Cara mengetahui adanya ketimpangan yang paling mudah adalah perhatikan jumlah penduduk miskin. “Kalau banyak penduduk miskin, berarti terjadi ketimpangan pendapatan,” tuturnya.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin mencapai 30 juta, atau 12,5% dari penduduk Indonesia. Artinya 12 orang dari 100 orang bisa dikategorikan miskin. Jumlah ini ditambah dengan jumlah pendduduk hampir miskin Indonesia yang mencapai 27 juta jiwa.
”Permasalahan Indonesia lumayan berat. Kebijakan pembangunan hendaknya tidak hanya perhatikan pertumbuhan ekonomi tapi juga penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, baik antarmasyarakat, antarsektor, dan antarprovinsi,” tutur Kecik lagi. (*/OL-2)
Source: media indonesia
Berita Lain:- Harga Beras Thailand Naik, Bulog Tetap Impor
- AirAsia Diharapkan IPO Tahun Ini
- Hotel bintang empat saling bersaing di Bandung
- Pakar: Implementasi Diversifikasi Pangan Butuh Waktu Lama
- Komisi VI DPR Setujui UU Resi Gudang
+ Arsip Berita Indonesia - Pertumbuhan Ekonomi Abai Terhadap Kemiskinan.
--
Source: http://arsipberita.com/show/pertumbuhan-ekonomi-abai-terhadap-kemiskinan-267860.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar:
Posting Komentar